Enak banget Om..

0


Aku Dina. Sekarang ini di rumah omku ada sepeda. Si om memang membeli sepeda yang biasanya dipakai si tante kalau pergi ke minimarket di ruko behind kompleks tempatku tinggal. Kalau pagi, aku suka pakai saja, bersepeda mutar-mutar kompleks. Biasanya aku jam setengah lima sudah mulai bersepeda, paling setengah sampai tiga perempat jam mutar-mutar kompleksku, aku sudah balik ke rumah lagi untuk memulai aktivitas rutinku. Belakangan ini, bersebelahan dengan kompleksku dibangun kompleks baru. Kayanya besar dan mewah, karena kalau lihat ukuran rumah yang sudah dan sedang dibangun, gedhe-gedhe semuanya. Tajir-tajir kali yang tinggal di situ, bisa punya rumah kayak istana gitu. Karena sudah banyak rumah yang jadi, artinya kompleks itu sudah mulai dihuni. Aku bosan mutar-mutar kompleksku ketika bersepeda, makanya aku mulai merambah kompleks baru itu. Banyak orang kompleksku yang tiap pagi jalan pagi ke sana, satpamnya sih mengizinkan saja orang masuk untuk jalan pagi. Begitu juga aku, boleh saja aku masuk dengan sepedaku.

Mula-mula aku bersepeda yang dekat-dekat dengan pos satpam saja, biar tidak kesasar ketika mau pulang, maklum kompleksnya lebih besar dari kompleksku. Makin hari aku makin merambah sampai ke pelosok-pelosok kompleks baru itu, sehingga aktivitas bersepadaku sekarang dari rumah langsung menuju kompleks baru dan mutar-mutar di sana, sampai waktunya aku balik ke rumah untuk memulai aktivitas rutin.

Suatu pagi, kebetulan hari Minggu, om dan tante tidak ada di rumah. Mereka lagi keluar kota urusan pekerjaan masing-masing. Kebetulan mereka dinas ke kota yang sama, jadi perginya barengan. Mau hemat kali, cuma si om gak bisa blusukan ABG ya, hihi, soalnya bawa bekal dari rumah. Jadi aku bebas pakai sepeda sampai kapan saja, lagian tidak harus sekolah karena ini hari Minggu. Seperti biasa, setengah lima aku sudah mengayuh sepeda ke kompleks baru itu. Setiap pagi, aku cuma pakai celana pendek dan kaos oblong, aku cuma pakai sendal saja. Memang cuma mau santai kok, bukan olahraga, sehingga tidak usah pakai seragam bersepeda, pakai sepatu dan helm segala, mahal lah beli yang begitu-buatan.

Waktu aku mutar di daerah yang paling belakang, dari jauh aku lihat ada seorang bapak-bapak sedang jogging sendirian. Aku mengayuh sepedanya santai saja, pelan-pelan. Sampai di sebelah si bapak, aku menyapa, "Pagi, Pak. Rajin sekali jogging."
"O, pagi, cah ayu."
Senang juga dipanggil ayu.
"Aku Dina, kok, Pak. Namanya bukan Ayu."
"Cah ayu itu panggilan memuji buat orang Jawa, artinya nak cantik."
"Memangnya Dina cantik, Pak?"
"Ya cantiklah, imut lagi. Aku senang sama anak perempuan yang cantik imut kayak kamu."
"Dina bukan anak, Pak. Sudah gede kan."
"Iya, anak yang sudah bisa bikin anak."
"Ih, bapak."
"Lho iya kan, kamu pasti sudah menskan."
Aku mengangguk.
"Kalau perempuan sudah mens dan kemasukan 'peju', kan bisa hamil, bikin anak deh."
"Waduh, bapak, ngomongnya vulgar amat."
"Amat lagi jadi satpam ya?"
"Eh, bapak sudah tau toh becandaan 'amir-amat'."
"Ya tau lah, Say."
"Ih, bapak ini gombal amat. Bentar 'ayu', bentar 'say'."
"Abis maunya dipanggil apa, Yang?"
Aku ketawa saja, senang aku mendengar gombalan si bapak. Pintar banget dia menyanjung ABG kayak aku, sampai pagi ini terasa indah.
"Dina tinggal di rumah yang mana, eh Dina kan namanya?"
"Iya, om. Dina tinggal di kompleks sebelah, iseng saja bersepeda di kompleks ini. Enak, om, jalanannya lega, rumahnya bagus-bagus dan gedhe-gedhe lagi."
"Iya, yang gedhe kan yang nikmat, Din."
Aku tau maksud kata-katanya, tapi aku pura-pura tidak tau saja.
"Panja yang enak, Pak?"
"Kok panggil bapak sih, kayak pegawai negeri aja."
"O, bukan pegawai negeri toh, kira-kira."
"Ya bukanlah."
"Pasti direktur ya, Pak."
"Tuh kan, 'Pak' lagi."
"Abis Dina harus panggil apa? Masa 'Mas', Dina kan masih ABG dibanding umur bapak. Ya udah, panggil om saja ya, biar lebih akrab."
"Iya deh, Yang."
"Ih, om, 'yayang'-yayangan mulu ini."
"Yapi, suka kan dipanggil yayang? Mang, pacarnya Dina manggilnya apa?"
"Dina tidak punya pacar, om."
"Masak sih? Perempuan cantik, imut, dan seksi tidak punya pacar."
"Suer. Memangnya Dina seksi, om? Kecil gini badannya."
"Ya seksi lah, biar kamu imut, tapi kan bentuknya proporsional."
"Panja yang proporsional, om?"
"Itu yang di balik kaos, lumayan gedhe, jadi pengen megang."
Aku senyum saja.
"Boleh gak yang dipegang?"
"Masak di sini, om? Nanti dilihat orang."
"Ya udah, ikut ke rumahku yuk. Kita bisa berenang."
"Wah, asik dong, rumahnya ada kolam renangnya."
"Pool kecil kok, tapi bisa kalau mau berenang mondar-mandir. Mau gak?"
"Mau paan, om?"
"Berenang?"
"Dina tidak bawa baju renang, tu, om."
"Aku ada bikini kok, nanti kamu pakai saja."
"Kok om punya bikini? Wah, om sering ngajak ABG berenang di rumah ya, sampai menyediain bikini segala."
Dia cuma senyum. "Masa gak, nanti sarapan deh di rumahku."
"Kalau bikininya sudah Dina pakai, buat Dina ya, om."
"Iyalah, masak aku simpen lagi. Mau ya?"
Dia getol banget mendesak aku ke rumahnya. Aku suka sih lihat si om, ganteng, atletis, berkumis lagi.
"Ya udah, yuk, om."

Aku terus mengayuh sepeda pelan di sebelah dia yang lagi jogging, kali ini menuju ke rumahnya. Rumahnya besar di huk, dua setengah lantai. Maksudnya yang bawah itu garasi yang besar, sehingga mau masuk rumah harus naik setengah lantai, ini kata si om. Dah gitu ada lantai dua. Di luar ruang tamunya yang terbuka ada pool-nya, airnya yang biru mengundang untuk nyemplung, apalagi masih keringetan abis bersepeda. Menyatu dengan ruang keluarganya ada ruang makan. Perabotan ruang keluarga seperti biasa ada sofa, peralatan audio-visual di satu sisi ruang. Kamar makan ya berisi seperangkat meja makan yang daun mejanya dari kaca tebal, lemari es, dispenser, dan ada pantry keringnya. Di tembok di atas pantry ada sederet lemari, mungkin isinya makanan atau apa, tidak tau, tidak enak aku buka-buka lemari orang.
"Kok sepi, om?"
"Iya, aku tinggal sendirian. Keluarga ada di kota lain, tidak mau aku ajak kemari."
Aku tidak tanya lebih jauh kenapa, khawatirnya terlalu privat untuk dibuka ke orang luar kayak aku. Cuma aku merasa pasti ada apa-apanya di keluarga si om, masak ada rumah segini gedhe dan mewah kok keluarganya tidak mau ikut tinggal bersama.
"Trus tidak ada pembantu juga?"
"Ada, cuma tidak datang tiap hari, dua-tiga hari sekali. Aku kan tinggal sendirian, jadi rumah tidak kotor. Kalau pembantu datang ya membersihkan seluruh rumah, menyetrika pakaian, dan kegiatan lain-lainnya lah."
"Pembantu kalau datang kan harus ditungguin, om."
"Aku percaya sama orangnya, jadi kalau ada dia dan aku harus pergi, ya aku tinggal saja dia. Selama ini sih oke-oke saja tu."
"Pembantunya masih muda ya, om?"
"Napa, kok nanya gitu?"
"Iya kan, om tinggal sendirian, pasti butuh teman kan sekali-sekali," jawabku sambil tersenyum.
"Tau aja kamu."
"Mau makan apa, Yang?"
Kayanya dia rutin memanggilku 'yayang', ya tidak apa sih, malah senang dengarannya dimanja kayak gitu.
"Apa aja deh, om."
"Sosis mau?" kali ini dia yang tersenyum.
Aku sih menduga-duga aja arah perkataannya.
"Sosis gedhe ya, om?" aku timpali saja, sengaja.
"Ya, lumayan gedhe sih."
"Kenyang dong makan satu juga."
"Tidak bisa dimakan."
"Abis?"
"Bisanya cuma diemut."
Dia menyiapkan bubur instan dua mangkuk.
"Paan tu, om?"
"Bubur instan, mau kan?"
"Dina mah suka apa aja kok, om."
"Termasuk sosis gedhe kan?"
Aku mengangguk, biar dia senang. Tidak tau senang atau makin mengobarkan nafsunya, peduli amat lah.

Buburnya sebentar saja sudah siap. Dia mengambil kerupuk, bawang goreng, dan jus jeruk, dan mulailah kita santap pagi bareng.
"Kamu tinggal sama orang tua, Yang?"
"Tidak, om. Sama om dan tante Dina aja."
"O gitu, masih sekolah?"
Aku mengangguk saja.
"Wah, masih ABG banget dong ya."
"Iyalah, om suka kan sama ABG?"
"Suka banget, apalagi yang antik, seksi, dan imut kayak kamu."
"Tapi kulit Dina kan tidak putih kayak amoy, om."
"Justru yang rada gelap kayak kamu itu yang seksi kan."
"Om kerja apa?"
Dia cerita sepintas tentang kerjaannya. Dia partneran sama temannya punya bisnis kendaraan bermotor, makanya dia lebih santai karena tidak ikut dalam manajemen kantornya, sekali-sekali saja kalau ada meeting rutin dia baru ke kantor atau ketemu klien kakap.
"Yayang mau nyambi jadi sekretarisku? Sekolahnya bisa ditinggal-tinggal gak?"
"Ya enggaklah, om. Full time lah kalau sekolah mah."
"Nanti kalau sudah selesai, jadi sekretarisku aja ya. Kursus bentar pasti bisa kerja sebagai sekretaris."
"Sembari dikerjain ya, om."
"Kalau yayang mau, ya ayuk."
"Kok 'ayuk'? Memangnya Dina sudah bilang mau?"
"Ini kan berandai-andai. Sudah kenyang? Jadi berenang gak?"
Aku mengangguk. Dia masuk ke kamarnya dan keluar bawa bikini warna hijau tua. Aku melihat bikininya, bra-nya diikat di tengkuk dan punggung, celananya juga diikat di kiri-kanan pinggang. Yang istimewa, bikininya tipis banget. Kalau aku pakai pasti nerawang semuanya, apalagi kalau nyemplung di air, pasti sudah kayak telanjang aja.
"Seksi banget, om."
"Ya sudah lah, ABG seksi kudu nya pakai bikini seksi kayak gini. Tu, dipake deh."
Aku menuju ke kamar mandi yang ada di bawah tangga ke lantai atas. Kecil ruangnya, ada shower dan WC. Aku melepaskan semua pakaianku, kugantung saja di cantelan pakaian yang ada di ruang bawah tangga. Kukenakan bikininya. Agak ribet memakainya karena harus aku ikat talinya dan dipas-pasin dengan ukuran badanku. Aku melihat di kaca yang ada di ruang itu, kelihatan pentil dan bulu kemaluanku karena tipisnya bahan bikininya. Aku keluar dari kamar mandi bawah tangga. Si om terbelalak memandangi bodiku.
"Wah, Yang, seksi sekali. Pentil kamu imut, bulu kemaluan kamu lumayan lebat tu."
"Pasti om ngaceng deh."
"Lha iyalah, kalau tidak ngaceng kan aku VIP."
"Kok VIP, om?"
"Iya, Very Impotent Person," dia tertawa, aku juga.
Matanya tak bisa lepas dari tubuhku yang hanya terbungkus bikini tipis yang nerawang kayak gitu. Pantatku bergoyang indah saat aku melangkah menuju ke pool, seperti yang dia bilang sendiri pasti kontolnya sudah mengejang keras. Sebelum menceburkan diri ke kolam, aku sempat berbalik, memperlihatkan sebagian payudaraku yang imut tapi berisi, membuat dia menelan ludah.
"Ayo, om...." ajakku.
Dia perlahan membuka T-shirt dan celana pendeknya, tinggal pakai celana dalam saja. Selangkangannya sudah menggelembung, menandakan kalau kontolnya memang besar. Aku yang serrr melihat gelembung besar di selangkangannya. Aku meloncat masuk ke kolam renang. Dia mendekati kolam, namun hanya duduk di pinggir kolam, bermain air dengan kakinya.

Setelah beberapa lama berenang mondar-mandir, aku pun keluar dari kolam dan ikut duduk di sampingnya. Pentilku terlihat tercetak jelas dari balik bra bikini tipis itu, bulu kemaluanku pun berbayang di selangkanganku, jelas sekali semuanya terlihat dalam keadaan basah gitu. Dia menatapku sambil perlahan bibirnya mendekati bibirku, dan menekannya lembut saat bersentuhan. Dia mengulum bibirku dalam-dalam. Ciumannya diarahkan ke tengkuk leherku sambil dijilatinya, “Emh..om..ohh….” hanya itu suara dari mulutku.

Ciuman dan jilatannya mengarah ke dagu dan leherku, terus ke bawah. “Yang..bikininya, aku..buka yah..?” bisikan rayuannya. “..emh..” hanya itu suara yang keluar dari mulutku. Ciuman kami begitu lama dan panas, sementara jariku perlahan merayap turun dan menyentuh gembungan di balik celananya. Sementara dia dengan perlahan dan lembut mengurai ikatan bra di punggung dan kemudian di tengkukku, memperlihatkan bulatan penuh payudaraku. Dia meremas payudaraku, kemudian payudara kiriku telah diraup oleh mulutnya, dijilati dan digigiti dengan lembut, membuat aku merintih penuh rasa nikmat. Dia bangkit, menarik tanganku berdiri, mengangkat badanku dan digendongnya aku masuk ke kamarnya dan membaringkanku di ranjang, sementara aku hanya tersenyum pasrah.

Tubuhku yang tinggal memakai celana bikini membuat dia semakin tidak tahan. Tubuhku tidak putih-putih amat, malah cenderung agak gelap kulitnya. Dalam keadaan setengah telanjang itu, posisiku diubah menjadi posisi duduk, lalu dia mencium bibirku sambil meremas-remas payudaraku yang imut. Kali ini bibirnya mengulum dan lidahnya menjilati payudaraku yang bulat dengan pentil berwarna coklat kemerahan mengacung ke atas. Dia mengulumnya sambil lidahnya memainkan pentil. Tangannya menggerayangi buah pantatku yang padat berisi. Dilanjutkan dengan mengusap celana bikini ku di bagian bibir vaginaku. Dimasukkannya lidahnya ke mulutku dan aku berusaha menghisap dan menjilati lidahnya. Sekitar sepuluh menitan kami melakukan hal itu.

Setelah itu dia mengurai ikatan celana bikini ku di pinggangku. Aku mengangkat sedikit pinggulku supaya celanaku bisa dilepaskan dari tubuhku. Sekarang aku sudah bertelanjang bulat. Dia memperhatikan bentuk tubuhku yang benar-benar indah itu. Payudara yang bulat dengan pentil coklat kemerahan mengacung menantangnya. Perutku yang mulus putih bersih dan kencang. Paling utama bagian bawah perutku yang dipenuhi bulu kemaluan yang lumayan lebat tapi halus. Di balik bulu kemaluanku terdapat bongkahan daging merah dengan celah yang sempit, dari situ tersembul seonggok daging kecil seperti kacang merah merekah. “Vaginamu indah banget, Yang. Vaginamu masih rapet banget, cowokmu jarang ngentotin kamu ya?"
"Kan Dina sudah bilang tidak ada pacar."
"Trus kamu masih perawan?"
Aku menggeleng. Dia juga tidak mendesak lebih lanjut aku berhubungan dengan siapa. Langsung dijilati dan dihisapnya payudaraku. Payudara yang satu lagi diremas dan diusap-usap serta dipilin-pilin pentilnya yang tampak agak mengeras dan agak memerah.

Setelah dia mainkan payudaraku, dia menjilati dari dada turun ke arah perut dan terus ke arah bagian vaginaku. Dibukanya kedua pahaku dan belahan vaginaku didekati ingin dijilati. Sambil menahan napas, dibukanya belahan vaginaku, tampak klitorisku yang agak menonjol. Lalu dijilatinya klitorisku. Aku langsung mengerang dan mendesah, "Oufh..sshhtt..engh..emh..sshtt..ough..”
“..Gimana, enak kan, Yang..?” bisiknya.
"Emh..sshtt.ough..sshhtt..ough..sshhtt..ough..” suara desahan itulah yang keluar dari mulutku. Dikulum-kulumnya klitorisku sambil sesekali lidahnya menerobos celah sempit di bawah klitorisku. Dia menjulurkan lidahnya dalam-dalam. Sementara itu cairan putih bening tak henti-hentinya keluar dari vaginaku membasahi lidah dan bibirnya. Dia jilat dan hisap lalu ditelannya cairan kenikmatan itu. Cukup lama dia menjilati vaginaku. Tak lama kemudian napasku semakin cepat dan aku meracau seperti ingin menjerit, "Auwfh..sshtt..engh..emh..augh..enakkk..omh..sshtt..ough..” begitu erangku. Dia hentikan jilatan dan kulumannya di vaginaku.
“Om..engh.. terusin dong..” begitu pintaku di tengah-tengah desahan napasku yang tersengal. Aku meminta dengan manja sambil menjambak rambutnya dan mengarahkan ke vaginaku lagi.

Dia meneruskan lagi jilatannya. "Yesshh..ough.emh..sshhtt..oufh…sshhtt..oughh..” begitu desahku. Ketika dia jilati itu, kembali ada cairan yang meleleh keluar dari vaginaku, dijilati juga. Selepas vaginaku, ciumannya balik lagi ke bibirku sambil meremas terus payudaraku. Aku sangat menikmati aktivitasnya di badanku, nafsuku juga sudah sangat berkobar. Terus dilepasnya celananya. Kontolnya benar-benar besar dan sangat keras.
"Om, gedhe amat sosisnya."
"Belon pernah kemasukan yang besar gini ya, Yang? Biasanya yang masuk kecil-kecil ya."
"Tidak kecil-kecil amat sih, om, tapi om punya yang gedhe amat."
Kuremas kontolnya pelan, kemudian kujilati kepala penisnya. Kukulum kepala penisnya sambil kukeluarmasukkan di mulutku, ini membuat dia merem melek keenakan.
"Mulut atas kenyotannya sudah nikmat gini, apalagi mulut bawahnya ya, Yang. Pasti vaginanya berasa banget deh."

Kembali dia menyiapkan aku sebelum serangan yang utama, vaginaku dijilati sampai ke klitorisku, membuat aku mendesah-desah keenakan.
“Enak, om,” kataku.
Dia terus menjilati klitorisku sampai keluar cairan vaginaku. Dia merasa pemanasan sudah cukup, disiapkannya batang kontolnya ke depan liang vaginaku. Vaginaku sudah basah sekali karena cairan nafsuku. Dia mulai menusukkan kepala penisnya ke bibir vaginaku. Terasa sekali bibir vaginaku terkuak sangat lebar agar bisa dilewati kepala penisnya yang gedhe itu. Pertama agak susah, tapi karena sudah diolesi cairan vaginaku yang terus membanjir, jadi agak lancar. Dia dorong perlahan-lahan kontolnya hingga “..SLEB..SLEB.. BLESSS!!!” kontolnya berhasil menembus vaginaku. Dia diamkan sesaat kontolnya di dalam vaginaku. Dia biarkan otot-otot vaginaku supaya terbiasa dulu dengan kontol gedhenya yang baru saja menerobos vaginaku. Kontol segede itu selama ini belum pernah menerobos vaginaku. Sambil mengulum bibirku, dia liukkan perlahan-lahan pinggulnya untuk memainkan kontolnya di dalam vaginaku. Aku kembali mendesah penuh kenikmatan, “..oufh..sshhtt..engh..emh..sshtt..ough..” mengiringi liukan dan terjangan kontolnya.
"Ouh..Yang..vaginamu enak..banget..Yang..egh..” katanya memuji-mujiku. Posisi tubuh kami dia atur. Kakiku dilingkarkan di pinggulnya dan kedua kakinya terlipat supaya kontolnya benar-benar pada posisi yang enak di vaginaku. Permainan ini terus berlangsung hingga dua puluh menit kemudian. "Ough..eghh..ough..ough..egh..emh..sshhtt..ough…shhtt..ouggh..sshtt..ough..” Aku mendesah-desah penuh kenikmatan sambil meracau “Om..augh..enakkk..banget..mmhh…sshhtt..oughh…sshhtt..ough..shhtt..ough” Aku memeluk punggungnya erat-erat sambil kedua kakiku mencengkram erat-erat pinggangnya.
"Yang, vaginamu enak sekali,” erangnya sambil merasakan jepitan vaginaku sangat kuat ke kontol gedhenya. Dia makin seru menggenjot vaginaku. “Gile banget, enaknya minta ampun…” Dia menciumi lagi bibirku sambil meremas payudaraku. Kepala kontolnya pelan tapi pasti masuk mili demi mili ke dalam vaginaku kayak mesin bor aja. Terasa sekali gesekan kontolnya ke vaginaku yang sudah menganga maksimal agar dapat mengulum kontol besar yang sedang mengebor vaginaku. Dia menggenjot terus sambil memilin-milin pentilnya.

Aku sebentar lagi mau orgasme.
"Om, yang cepat om, Dina sudah mau sampai..."
“Tenang..Yang..aku juga bentar lagi..kok..” katanya sambil mempercepat liukkan pinggulnya dan akhirnya..
“..augh..augh..aarghh..emh..emh..ouh..” Aku mengerang panjang dan diakhiri dengan desahan-desahan lambat. Dia merasakan otot-otot vaginaku berdenyut-denyut seperti menyedot kontolnya. Diperlakukan begitu, kontolnya pun jadi terasa berdenyut-denyut akan ada yang keluar. Dia menggenjot vaginaku makin cepat dan keras, lalu tak lama kemudian dia menancapkan seluruh batang kontolnya dalam vaginaku sampai terasa mentok.
"Oooh..Yang..enak..” katanya sambil diikuti dengan semburan cairan kenikmatannya menembak di rahimku. "CROT..CROT..CROTT..!” kontolnya menyemprotkan air mani penuh kenikmatan. Dia merasakan denyutan-denyutan yang dahsyat di batang kontolnya.
"Om...ahhh…nikmat banget deh."
"Mau lagi gak?"
"Mau dong, nikmat banget sih, pasti yang kedua om lebih lama lagi mainnya."

Setelah itu, bibir kami berpagutan sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang kami rasakan. Perlahan aku mengendorkan cengkeramanku dan kembali rileks.
“..Makasih banget yah, Yang..kamu ngasih kenikmatan buat aku..” katanya sambil membelai rambutku.
“..He-eh..makasih juga yah, om..Dina nikmat banget deh, belum pernah ngerasain dientot senikmat ini, karena kontol om gedhe banget kali ya."
Dia menarikku ke pelukannya dan kami kembali berciuman.


Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)